Seorang yang memiliki sikap optimis cenderung untuk memandang sesuatu dari sisi yang baik. Dua orang yang berada di balik terali besi penjara yang sama dapat melihat sesuatu yang berbeda di luar penjara tersebut, tergantung apakah orang itu adalah seorang yang optimis atau pesimis. Seorang yang pesimis akan melihat tanah becek yang kotor di luar penjara yang dapat membuatnya lebih depresi, sedangkan seorang yang optimis akan melihat indahnya bintang-bintang yang bertaburan di angkasa yang menerangi malam hari. Melalui pandangan mata yang optimis, gelas itu tampak berisi air setengah penuh sedangkan melalui pandangan yang pesimis, gelas itu tampak setengah kosong.
Optimisme sesungguhnya adalah pandangan iman kita. Optimisme dibangun atas kepercayaan dan berharap kepada Tuhan serta yakin bahwa Ia dapat melakukan segala sesuatu demi kebaikan kita. Oleh sebab itu seorang yang optimis dapat tertawa meskipun sesuatu yang diharapkan tidak terwujud. Orang optimis telah membuktikan bahwa tertawa adalah obat yang mujarab. Sedang seorang pesimis merasa sulit untuk tertawa. Dengan memilih untuk menjadi seorang yang optimis, kita akan dapat tertawa dan memperoleh dampak yang positif daripadanya.
Norman Cousin, adalah seorang pengarang dari buku yang berjudul Anatomy of Illness, dan juga seorang editor dari Saturday Review untuk selama lebih dari 30 tahun. Beliau juga adalah seorang profesor terbang dari psychiatry dan biobehavioral science di University of California Los Angeles (UCLA). Dalam bukunya Anatomy of Illness ia menekankan secara hebat betapa pentingnya mempunyai sikap yang gembira untuk kesehatan kita. Ia menceritakan pengalamannya sendiri di mana ia menderita penyakit collagen yang cukup serius. Pada bulan Agustus 1964, ia menderita suatu peradangan meluas dari collagen, yakni suatu jaringan ikat tubuh yang terdiri dari zat fibrous yang mengikat sel satu sama lain.
Penderitaannya adalah sebagai berikut: (i) kulit tangannya menebal, dan tidak elastis, ketat serta licin dan mengkilap, sehingga akibatnya ia merasa sulit untuk meggerakkan jari-jarinya, (ii) ia mengalami kesulitan dalam menggerakkan tungkai tubuhnya, maupun membalikkan tubuhnya di atas tempat tidur, (iii) banyak sekali benjolan menutupi tubuhnya yang menunjukkan ciri-ciri penyakitnya yang telah menyebar ke seluruh bagian tubuhnya, (iv) kedua rahangnya tidak dapat digerakkan, karena meradang dan menebalnya jaringan ikat tersebut sehingga mulutnya seolah-olah terkancing dan terkatup.
Dr. William Hitzig, dokter yang merawatnya mengadakan konsultasi dengan para ahli dari Howard Rusk Rehabilitation Clinic di kota New York. Setelah Norman Cousin diperiksa, mereka konfirmasikan bahwa ia bukan saja menderita penyakit collagen, tetapi juga ankylosing spondylitis, yang berarti jaringan ikat di tulang punggungnya juga diserang, sehingga mengalami kontraksi. Para dokter memberikan berbagai macam obat-obatan penawar sakit seperti aspirin, phenylbutazone (butazolidine), codeine, colchicines dan berapa macam obat tidur. Norman diberikan dosis maksimum dari 26 tablet aspirin, dan juga 12 tablet phenylbutazone (butazolidine) setiap hari.
Sebagai akibatnya, tubuhnya menimbulkan reaksi sampingan yang keras, yaitu pembengkakan di seluruh tubuhnya seolah tubuhnya digigit jutaan semut merah. Ia sangat peka terhadap semua obat-obatan yang diberikan kepadanya. Statistik menunjukkan hanya 1 dari 500 orang yang akan sembuh. Ini merupakan penyakit yang progresif dengan prognose yang suram.
Norman Cousin merasa susah dengan penderitaannya, dan pada suatu hari ia berkonfrontasi dengan dokternya dan ia berguman, “Saya telah cape dengan semua pengobatan ini bersama dengan semua gejala sampingannya. Oleh sebab itu saya mau hentikan makan obat-obatan ini dan berusaha untuk menggembirakan hati saya.” Ia menelpon Allen Funt, produser “Candid Camera” untuk mengirimkan kepadanya film lucu-lucu dengan projector film. Para perawat diinstruksikan cara memutar film tersebut.
Ia kaget untuk menemukan bahwa bilamana ia tertawa nyerinya berkurang. Ia perhatikan bahwa bilamana ia tertawa terbahak-bahak selama 10 menit, karena lucunya film yang ditontonnya, ia dapat tidur selama 2 jam tanpa merasa sakit. Bilamana efek berkurangnya nyeri akibat tertawa terbahak-bahak itu mulai hilang, ia akan putar lagi film lucu yang akan membawakan kepadanya suatu interval tidur yang bebas dari nyeri. Kadang-kadang perawat akan membacakan kepadanya koleksi buku-buku yang penuh dengan humor. Norman Cousin sungguh merasa senang dengan film-film yang lucu, maupun cerita yang penuh dengan humor ini. Sayangnya ada satu sisi negatif dari program ini di mana Norman tertawa terlalu kuat, sehingga mengganggu para pasien di rumah sakit tersebut.
Akhirnya Norman Cousin dipindahkan ke satu kamar di hotel di mana ia dapat tertawa seenaknya, tanpa menggangu pasien lainnya. Namun dia tetap dimonitor akan laju endapan darahnya, yakni suatu pemeriksaan darah yang menunjukkan hebatnya peradangan yang diderita seseorang. Pemeriksaan darah tersebut beranjak dari 112 mm per jam menurun menjadi 15 mm per jam pada hari ke 8! Pada akhir dari hari yang ke 8, Norman sudah dapat menggerakkan ibu jarinya tanpa merasa sakit, benjolan-benjolan pada leher dan belakang tubuhnya mulai menciut. Kesehatannya cukup dipulihkan untuk kembali bekerja penuh pada Saturday Review. Tahun demi tahun berlalu dan pergerakannya ditingkatkan sampai ia mampu bermain tenis, golf, menunggang kuda, memegang kamera dengan tangan yang tidak gemetar, bahkan dapat bermain piano dengan lagu-lagu sulit seperti Toccata dan Fugue dalam D minor.
Tertawa sungguh merupakan obat yang ampuh sebagaimana didukung oleh pengalaman dari berbagai orang. Apakah faedah dari tertawa? Penelitian menunjukkan bahwa tertawa sangat bermanfaat sebab (i) melatih paru-paru Anda, (ii) merangsang sistem sirkulasi, (iii) meningkatkan oxygen yang dihirup ke dalam paru-paru dan darah, (iv) bagaikan pelari di mana mula-mula denyutan jantung, pernafasan dan peredaraan darah dipercepat, kemudian denyutan nadi dan tekanan darah akan menurun disusul dengan rileksnya otot-otot.
Penelitian di University of California Los Angeles (UCLA) mendapatkan, bahwa bilamana seorang tertawa dengan ikhlas, sistem saraf simpatis akan dirangsang untuk menghasilkan catecholamine, kemudian bagian depan dari kelenjar pituitary gland akan dirangsang untuk menghasilkan endorphin. Efek dari endorphin sebagai opiate alamiah adalah sebagai berikut: (i) menenangkan pikiran, (ii) menghilangkan rasa sakit (lebih efektif dari morphine), (iii) menggembirakan suasana hati, (iv) endorphin meningkatkan aktivitas sel-sel kekebalan tubuh [1 pico gram endorphin = 1 per trillion gram meningkatkan aktivitas sel-sel Natural Killer (NK) melawan sel-sel tumor sebanyak 42%].
Kita dapat menjadi benar-benar berbahagia dan memiliki tertawa yang sesungguhnya hanya dengan percaya sepenuhnya pada-Nya serta menyadari bahwa Dia yang mengendalikan hidup kita! Dr. Belloc dan Dr. Breslow dari Department of Public Health, Berkeley, California menemukan bahwa umur yang panjang mempunyai hubungan yang erat dengan orang yang bergembira. Penelitian ini yang meliputi 6.928 penghuni di Alameda County, menunjukkan bahwa mereka yang tidak berbahagia mempunyai angka kematian 57% lebih tinggi dari mereka yang hidup berbahagia. Suatu percobaan yang dilakukan pada mahasiswa-mahasiswi Harvard University, untuk melihat dampak dari berpikir positip terhadap sistem kekebalan tubuh.
Setelah mengikuti ujian kepribadian secara komprehensif di mana diukur toleransi, kepercayaan diri dan nilai diri, lalu diambil contoh darah dari setiap mahasiswa-mahasiswi kemudian sel-sel NK diisolasikan dan kemudian ditaruh bersama-sama dengan sel-sel kanker selama 4 jam untuk mengukur kekuatan daripada sel-sel NK dari para mahasiswa-mahasiswi tersebut. Ternyata sel NK dari mahasiswa-mahasiswi yang berpikir secara sehat serta memiliki tingkah laku yang positip, membasmi sel-sel kanker lebih ampuh daripada grup dengan kepribadian yang lain. Sedang sel-sel NK dari mahasiswa-mahasiswi yang depresi berat dalam tes kepribadiannya, dan cenderung untuk menarik diri serta memiliki nilai diri yang rendah, yang paling kurang aktif dalam membasmi sel-sel kanker.
Penelitian di University of California Los Angeles (UCLA) mendapatkan, bahwa bilamana seorang tertawa dengan ikhlas, sistem saraf simpatis akan dirangsang untuk menghasilkan catecholamine, kemudian bagian depan dari kelenjar pituitary gland akan dirangsang untuk menghasilkan endorphin. Efek dari endorphin sebagai opiate alamiah adalah sebagai berikut: (i) menenangkan pikiran, (ii) menghilangkan rasa sakit (lebih efektif dari morphine), (iii) menggembirakan suasana hati, (iv) endorphin meningkatkan aktivitas sel-sel kekebalan tubuh [1 pico gram endorphin = 1 per trillion gram meningkatkan aktivitas sel-sel Natural Killer (NK) melawan sel-sel tumor sebanyak 42%].
Kita dapat menjadi benar-benar berbahagia dan memiliki tertawa yang sesungguhnya hanya dengan percaya sepenuhnya pada-Nya serta menyadari bahwa Dia yang mengendalikan hidup kita! Dr. Belloc dan Dr. Breslow dari Department of Public Health, Berkeley, California menemukan bahwa umur yang panjang mempunyai hubungan yang erat dengan orang yang bergembira. Penelitian ini yang meliputi 6.928 penghuni di Alameda County, menunjukkan bahwa mereka yang tidak berbahagia mempunyai angka kematian 57% lebih tinggi dari mereka yang hidup berbahagia. Suatu percobaan yang dilakukan pada mahasiswa-mahasiswi Harvard University, untuk melihat dampak dari berpikir positip terhadap sistem kekebalan tubuh.
Setelah mengikuti ujian kepribadian secara komprehensif di mana diukur toleransi, kepercayaan diri dan nilai diri, lalu diambil contoh darah dari setiap mahasiswa-mahasiswi kemudian sel-sel NK diisolasikan dan kemudian ditaruh bersama-sama dengan sel-sel kanker selama 4 jam untuk mengukur kekuatan daripada sel-sel NK dari para mahasiswa-mahasiswi tersebut. Ternyata sel NK dari mahasiswa-mahasiswi yang berpikir secara sehat serta memiliki tingkah laku yang positip, membasmi sel-sel kanker lebih ampuh daripada grup dengan kepribadian yang lain. Sedang sel-sel NK dari mahasiswa-mahasiswi yang depresi berat dalam tes kepribadiannya, dan cenderung untuk menarik diri serta memiliki nilai diri yang rendah, yang paling kurang aktif dalam membasmi sel-sel kanker.
Hanyalah orang yang mempunyai toleransi dan nilai diri yang tinggi yang dapat melihat sisi yang baik dari setiap situasi yang dihadapi, sehingga dapat menikmati kesehatan yang lebih baik. Untuk menjadi sehat, Tuhan mendorong kita mempunyai pikiran yang bebas dari kejahatan dan cara berpikir yang tidak bijaksana.