Meski demikian menurut Kepala Biro
Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Herman Suryatman masih
ada sejumlah aternatif yang bisa ditawarkan untuk menyelesaikan
persoalan pengangkatan tenaga honorer K2 menjadi CPNS.
Herman menyebutkan alternatif-alternatif
tersebut yaitu, pertama mengikutsertakan tenaga honorer K2 yang berusia
di bawah 35 tahun dalam tes calon pegawai negeri sipil. Alternaif
berikutnya, bagi tenaga honorer K2 yang berusia di atas usia 35 tahun
dapat mengikuti tes menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(P3K). “Itu dua alternatif yang secara yuridis bisa dipertimbangkan,”
ujar Herman kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Kamis, (11/02).
Menurutnya kedua alternatif itu dapat
dipertimbangkan karena sejalan dan tidak bertentangan dengan
Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dia menjelaskan dalam UU ASN, terdapat dua jenis pegawai pemerintah
yaitu PNS dan P3K.
Perbedaannya, kata Herman, PNS adalah
pegawai pemerintah permanen, sementara P3K lebih bersifat kontraktual.
Dia mengatakan bisa saja ada afirmatif bagi para tenaga honorer K2.
“Sebetulnya ini alternatif, kalau merujuk pada UU ASN maka itu
alternatif solusinya.
Mungkin nanti bisa dipikirkan bagaimana
diberikan afirmasi, tapi tetap pada koridor hukum” paparnya. Dalam
kesempatan itu, Herman juga menegaskan pemerintah sudah sangat perduli
dengan nasib pegawai honorer. Sejak 2006 sampai 2009, kata Herman,
pemerintah sudah mengangkat sekitar 900 ribu lebih tenaga honorer
menjadi CPNS.
Ketika Dewan Perwakilan Rakyat
menyampaikan masih ada tenaga honorer yang belum diangkat, pemerintah
juga tetap membuka penerimaan tenaga honorer menjadi CPNS. “Jadi total
sampai 2014 ini sudah satu juta lebih tenaga honorer yang diangkat
menjadi CPNS,” katanya.Namun payung hukum pengangkatan honorer menjadi
CPNS yaitu Peraturan Pemerintah nomor 56 tahun 2012, sudah tidak berlaku
lagi.
menpan.go.id