Dengan berlakunya UU ASN maka secara otomatis tidak ada lagi pengangkatan PNS lewat jalur honorer. Honorer yang sudah ada wajib ikut tes dalam formasi umum.
Kepala Bagian Hubungan Media dan Kerjasama Antar Lembaga, Herman mengatakan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) menutup peluang rekrutmen ASN tanpa tes. Hal itu disampaikan Herman saat menjawab pertanyaan sejumlah anggota DPRD Kabupaten Jombang, belum lama ini, mengenai kemungkinan adanya rekrutmen PNS melalui jalur honorer. Pertanyaan anggota Dewan tersebut disampaikan dalam audiensi yang diselenggarakan di lantai I gedung I Kantor Pusat BKN. Dalam pertemuan itu, hadir pula perwakilan BKN, Kepala Subbidang Analisis Kebutuhan PNS Pada Pusat Perencanaan Kepegawaian dan Formasi, Adi Suharto.
Herman menguraikan, berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam UU ASN pasal 58 ayat 3 disebutkan bahwa pengadaan PNS dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman, lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa percobaan dan pengangkatan menjadi PNS. Menambahkan Herman, Adi mengatakan saat ini Pemerintah ingin mewujudkan birokrasi yang digerakkan oleh PNS yang profesional dan salah satu cara yang ditempuh untuk mencapai itu yakni melalui seleksi dalam proses penerimaan PNS.
Lebih lanjut Adi mengatakan semua tenaga honorer sebenarnya dapat menjadi PNS asalkan melalui mekanisme yang seharusnya. Salah satunya melalui seleksi jalur umum. “Silakan para honorer mengikuti seleksi PNS melalui tes pada jalur umum. Karena saat ini tes memang menjadi tahapan yang harus dilalui untuk menjadi PNS,” ujar Adi. Sementara terkait adanya peluang menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), Adi menjelaskan P3K bukan jabatan yang disediakan untuk menampung tenaga honorer. “P3K harus diisi oleh orang-orang yang memiliki keahlian khusus yang selama ini di birokrasi tidak ada pegawai yang memiliki kemampuan itu. Perlu diketahui juga, penjaringan P3K juga melalui tes,” jelas Adi
Pada kesempatan itu, anggota DPRD Kabupaten Jombang juga mempertanyakan mekanisme pengajuan pemenuhan kebutuhan pegawai. Menjawab itu, Adi mengatakan, hal itu harus diawali dengan pengajuan formasi yang diinput dalam aplikasi e-formasi. Namun sebelumnya, Pemerintah Daerah harus terlebih dahulu mengajukan analisa beban kerja (ABK) dan analisa kebutuhan pegawai (AKP).
Di bagian akhir, para anggota Dewan mempertanyakan alternatif solusi bagi honorer yang tidak dapat diangkat menjadi PNS namun masih dibutuhkan pelaksanaan kerjanya di birokrasi. Terkait itu Herman mengatakan “Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan sejumlah anggarannya untuk meningkatkan kesejahteraan para tenaga honorer. Namun yang pasti, jangan sampai anggaran untuk pembiayaan pegawai lebih di atas 50% sehingga mengurangi peluang Pemerintah Daerah untuk melaksanakan pembangunan,” jelas Herman.