PERATURAN BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2020
TENTANG
PEDOMAN KRITERIA PENETAPAN KECELAKAAN KERJA, CACAT, DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA, SERTA KRITERIA PENETAPAN TEWAS BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa untuk menjamin efektivitas dan kelancaran peningkatan manfaat jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian bagi pegawai Aparatur Sipil Negara atas perubahan manfaat yang akan diterima peserta maupun ahli waris peserta berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara, perlu mengatur kriteria kecelakaan kerja, cacat, dan penyakit akibat kerja serta kriteria penetapan tewas;
b. bahwa Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pedoman Kriteria Penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja serta Kriteria Penetapan Tewas bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara sudah tidak esuai dengan perkembangan kebutuhan sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Kepegawaian Negara tentang Pedoman Kriteria Penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja, serta Kriteria Penetapan Tewas bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
- Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7240), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 317, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6176);
- Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6037) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6477);
- Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6264);
- Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2013 tentang Badan Kepegawaian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 128);
- Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 2 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Kepegawaian Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 189);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG PEDOMAN KRITERIA PENETAPAN KECELAKAAN KERJA, CACAT, DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA, SERTA KRITERIA PENETAPAN TEWAS BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:
- Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang- undangan.
- Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintah.
- Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.
- Jaminan Kecelakaan Kerja yang selanjutnya disingkat JKK adalah perlindungan atas resiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berupa perawatan, santunan, dan tunjangan cacat.
- Pengelola Program adalah PT. Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) Persero.
- Peserta adalah Pegawai ASN yang menerima Gaji yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kecuali Pegawai ASN di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Pegawai ASN di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Pejabat Pembina Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Rumah adalah tempat tinggal yang dihuni Pegawai ASN atau Pegawai ASN beserta keluarganya, atau Pegawai ASN pada saat mendapat penugasan dari pejabat yang berwenang.
- Anak adalah anak kandung atau anak yang disahkan menjadi anak Peserta berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Orang Tua adalah ayah kandung dan/atau ibu kandung dari peserta.
- Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang diderita sebagai akibat langsung dari pelaksanaan tugas.
- Cacat adalah kelainan fisik dan/atau mental sebagai akibat kecelakaan kerja yang dapat mengganggu atau menjadi rintangan bagi peserta dalam melakukan pekerjaan.
- Gaji adalah hak yang dibayarkan dalam bentuk uang kepada Peserta berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Gaji Terakhir adalah gaji pokok yang diterima oleh Peserta pada saat mengalami Kecelakaan kerja dan/atau Cacat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098) beserta perubahannya.
Pasal 2
Ruang lingkup dalam Peraturan Badan ini terdiri atas:
a. Kriteria kecelakaan kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja;
b. Manfaat dan besaran manfaat jaminan kecelakaan kerja;
c. Pelaporan dan pengajuan pembayaran klaim manfaat jaminan kecelakaan kerja;
d. Persyaratan penetapan kecelakaan kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja;
e. Prosedur penetapan kecelakaan kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja;
f. Kriteria tewas;
g. Manfaat dan besaran manfaat kecelakaan kerja yang mengakibatkan tewas;
h. Persyaratan penetapan tewas; dan
i. Prosedur penetapan tewas.
BAB II
KRITERIA KECELAKAAN KERJA, CACAT, DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Penetapan Pegawai ASN yang mengalami kecelakaan kerja dilakukan oleh Pengelola Program.
(2) Pengelola Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam menetapkan kecelakaan kerja harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Badan ini
(3) Dalam hal kecelakaan kerja mengakibatkan cacat total dan menurut tim penguji kesehatan tidak mampu bekerja kembali penetapan kecelakaan kerja dilakukan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Bagian Kedua
Kriteria Kecelakaan Kerja
Pasal 4
Pegawai ASN yang ditetapkan mengalami kecelakaan kerja harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas kewajiban;
b. kecelakaan kerja dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kecelakaan itu disamakan dengan kecelakaan yang terjadi dalam menjalankan tugas kewajibannya;
c. kecelakaan kerja karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab atau sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu dalam menjalankan tugas kewajibannya;
d. kecelakaan kerja dalam perjalanan dari Rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya; dan
e. kecelakaan kerja yang menyebabkan Penyakit Akibat Kerja.
Pasal 5
Kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi:
a. kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di lingkungan kerja pada waktu dan tempat yang dibenarkan; atau
b. kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di luar lingkungan kerja.
Pasal 6
(1) Kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di lingkungan kerja pada waktu dan tempat yang dibenarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pada saat melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan tugas yang tertuang dalam struktur organisasi dan tata kerja dan dalam jam kerja termasuk jam istirahat yang ditentukan;
b. pada saat melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan tugas yang tertuang dalam struktur organisasi dan tata kerja, di luar jam kerja, dan diperintahkan secara tertulis oleh atasan/ pimpinan; atau
c. pada saat melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diperintahkan secara tertulis oleh atasan/pimpinan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
(2) Kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas kewajibannya di lingkungan kerja pada waktu dan tempat yang dibenarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 7
(1) Kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di luar lingkungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pada saat melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan tugas organisasi dan tata kerja, yang diperintahkan tertulis oleh atasan/pimpinan;
b. pada saat melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diperintahkan secara tertulis oleh atasan/pimpinan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
c. dalam perjalanan menuju dan/atau kembali dari tempat tujuan sesuai dengan surat perintah/tugas kecuali dalam perjalanan tersebut yang bersangkutan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau huruf c dikecualikan apabila pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut hanya pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas yang tidak mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain.
(3) Kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas kewajibannya di luar lingkungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 8
(1) Kecelakaan kerja dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kecelakaan itu disamakan dengan kecelakaan yang terjadi dalam menjalankan tugas kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b yaitu kecelakaan yang terjadi pada saat melaksanakan rangkaian kegiatan yang ada hubungannya dengan tugas yang diperintahkan secara tertulis oleh Pimpinan.
(2) Kecelakaan kerja dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 9
(1) Kecelakaan kerja karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab atau sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu dalam menjalankan tugas kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, apabila kecelakaan kerja tersebut terjadi karena perbuatan orang yang tidak bertanggung jawab atau sebagai akibat perbuatan dari Pegawai ASN dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan tugas yang tertuang dalam struktur organisasi dan tata kerja baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja.
(2) Kecelakaan kerja karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab atau sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 10
(1) Kecelakaan kerja dalam perjalanan dari Rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. memenuhi kriteria melalui jalan yang biasa dilalui dan wajar, kecuali terdapat penutupan, pengalihan lalu lintas, atau hambatan lain yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
b. tidak melanggar peraturan lalu lintas.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikecualikan apabila pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh Peserta tidak mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain.
(3) Kecelakaan kerja dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 11
(1) Kecelakaan kerja yang menyebabkan Penyakit Akibat Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, apabila penyakit tersebut sebagai akibat langsung dari pekerjaan dan/atau lingkungan kerja, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dinyatakan dengan surat keterangan dokter/dokter spesialis yang berkompeten di bidang kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundang- undangan; dan
b. Penyakit Akibat Kerja bukan disebabkan oleh penyakit bawaan.
(2) Kecelakaan kerja yang disebabkan menderita Penyakit Akibat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
BAB III
MANFAAT DAN BESARAN MANFAAT JAMINAN KECELAKAAN KERJA
Bagian Kesatu
Manfaat Jaminan Kecelakaan kerja
Manfaat JKK meliputi:
a. perawatan;
b. santunan; dan
c. tunjangan Cacat.
Pasal 13
(1) Perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, diberikan sesuai kebutuhan medis yang meliputi:
a. pemeriksaan dasar dan penunjang;
b. perawatan tingkat pertama dan lanjutan;
c. rawat inap kelas 1 rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta yang setara;
d. perawatan intensif;
e. penunjang diagnostik;
f. pengobatan;
g. pelayanan khusus;
h. alat kesehatan dan implant;
i. jasa dokter/medis;
j. operasi;
k. tranfusi darah; dan/atau
l. rehabilitasi medik.
(2) Perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berjenjang, yaitu mulai dari faskes pertama sampai dengan faskes lanjutan.
(3) Apabila di faskes pertama tidak memiliki peralatan yang memadai untuk perawatan yang diperlukan maka Pegawai ASN tersebut dirujuk ke faskes lanjutan yaitu rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, atau fasilitas perawatan terdekat.
(4) Apabila di rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, atau fasilitas perawatan terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dipenuhi, peserta dapat diberikan perawatan pada rumah sakit lain dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
(5) Apabila di rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, atau fasilitas perawatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dipenuhi, Peserta dapat diberikan perawatan pada rumah sakit luar negeri.
(6) Perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kebutuhan medis yang ditetapkan oleh dokter berupa surat keterangan dokter.
(7) Perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan sampai dengan Peserta sembuh.
Paragraf 2
Santunan
Pasal 14
Santunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, meliputi:
a. penggantian biaya pengangkutan Peserta yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah sakit dan/atau ke Rumah Peserta, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;
b. santunan sementara akibat kecelakaan kerja;
c. santunan Cacat sebagian anatomis, Cacat sebagian fungsi, dan Cacat total tetap;
d. penggantian biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan/atau alat ganti (prothese) bagi Peserta yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja; dan
e. penggantian biaya gigi tiruan.
Paragraf 3
Tunjangan Cacat
Pasal 15
(1) Tunjangan Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c diberikan kepada Peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
a. mengalami Cacat yang disebabkan karena kecelakaan kerja;
b. berdasarkan rekomendasi tim penguji kesehatan yang bersangkutan dinyatakan tidak mampu bekerja kembali dalam semua jabatan; dan
c. diberhentikan dengan hormat sebagai PNS atau diputus hubungan perjanjian kerja dengan hormat sebagai PPPK.
(2) Tunjangan Cacat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sejak keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai PNS atau pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK karena Cacat sampai dengan Peserta meninggal dunia.
Bagian Kedua
Besaran Manfaat Jaminan Kecelakaan kerja
Pasal 16
Besaran Manfaat JKK yang berupa Santunan terdiri atas:
a. santunan kecelakaan kerja;
b. santunan sementara; dan
c. santunan Cacat.
Paragraf 1
Santunan Kecelakaan Kerja
Pasal 17
(1) Besaran manfaat JKK yang berupa Santunan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a, diberikan berupa penggantian biaya pengangkutan Peserta yang mengalami kecelakan kerja ke rumah sakit dan/atau Rumah Peserta, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan.
(2) Santunan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dengan ketentuan apabila menggunakan angkutan:
a. darat atau sungai atau danau diberikan paling besar Rp1.300.000,00 (satu juta tiga ratus ribu rupiah);
b. laut diberikan paling besar Rp1.950.000,00 (satu juta sembilan ratus lima puluh ribu rupiah);
c. udara diberikan paling besar Rp3.250.000,00 (tiga juta dua ratus lima puluh ribu rupiah); atau
d. apabila menggunakan lebih dari satu angkutan, maka diberikan biaya yang paling besar dari masing- masing angkutan yang digunakan.
(3) Penggantian biaya pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi yang mengalami kecelakan kerja apabila menggunakan lebih dari satu angkutan, sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini
Paragraf 2
Santunan Sementara
Pasal 18
(1) Besaran Manfaat JKK yang berupa Santunan sementara akibat kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b, sebesar 100% x Gaji Terakhir, diberikan setiap bulan sampai dengan dinyatakan mampu bekerja kembali.
(2) Santunan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dengan ketentuan:
a. pada bulan berikutnya sejak dinyatakan tidak mampu bekerja oleh tim penguji kesehatan; dan
b. paling lama setiap 6 (enam) bulan dilakukan pemeriksaan kembali oleh tim penguji kesehatan.
(3) Santunan sementara akibat kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan apabila:
a. Peserta dinyatakan sudah bekerja kembali berdasarkan rekomendasi tim penguji kesehatan;
b. Peserta atas kemauan sendiri bekerja kembali dibuktikan dengan surat keterangan/pernyataan yang diketahui oleh pimpinan Unit Kerja;
c. Peserta meninggal dunia; atau
d. terbitnya keputusan pemberhentian sebagai ASN.
Paragraf 3
Santunan Cacat
Pasal 19
Besaran Manfaat JKK yang berupa santunan Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c terdiri atas:
a. santunan Cacat sebagian anatomis dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) sebesar % sesuai Tabel x 80 x Gaji Terakhir.
b. santunan Cacat sebagian fungsi dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) sebesar penurunan fungsi x % sesuai Tabel x 80 x Gaji Terakhir.
c. santunan Cacat total tetap dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya santunan sebagai berikut:
1. santunan sekaligus sebesar 70% X 80 X Gaji Terakhir;
2. santunan berkala sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) perbulan selama 24 (dua puluh empat) bulan.
d. dalam hal penerima santunan Cacat meninggal dunia sebelum berakhirnya pemberian santunan Cacat, maka santunan sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 2. dihentikan dengan ketentuan:
1. apabila meninggal dunia sebagai akibat dari Cacat yang diderita karena kecelakaan kerja maka dinyatakan Tewas dan diberikan hak sesuai dengan
...............................
Paragraf 5
Tunjangan Cacat
Pasal 22
(1) Besaran Manfaat JKK yang berupa Tunjangan Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diberikan berdasarkan persentase tertentu dari Gaji atas berkurangnya atau hilangnya fungsi organ tubuh.
(2) Tunjangan Cacat diberikan setiap bulan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. 70% (tujuh puluh persen) dari Gaji terakhir, apabila kehilangan fungsi:
1. penglihatan kedua belah mata;
2. pendengaran pada kedua belah telinga;
3. kedua belah kaki dari pangkal paha atau dari lutut ke bawah.
b. 50% (lima puluh persen) dari Gaji terakhir, apabila kehilangan fungsi:
1. lengan dari sendi bahu ke bawah; atau
2. kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah.
c. 40% (empat puluh persen) dari Gaji terakhir, apabila kehilangan fungsi:
1. lengan dari atas siku ke bawah; atau
2. sebelah kaki dari pangkal paha.
d. 30% (tiga puluh persen) dari Gaji terakhir, apabila kehilangan fungsi:
1. penglihatan dari sebelah mata
2. pendengaran dari sebelah telinga
3. tangan dari atas atau dari pergelangan ke bawah; atau
4. sebelah kaki dari mata kaki ke bawah.
e. 30% (tiga puluh persen) sampai 70% (tujuh puluh persen) dari Gaji Terakhir menurut tingkat kecelakaan yang atas pertimbangan tim penguji kesehatan dapat dipersamakan dengan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d, untuk kehilangan fungsi atas sebagian atau seluruh badan atau ingatan yang tidak termasuk pada huruf a sampai dengan huruf d.
(3) Dalam hal terjadi beberapa Cacat, maka besarnya tunjangan Cacat ditetapkan dengan menjumlahkan persentase dari tiap Cacat dengan ketentuan paling tinggi 100% dari Gaji terakhir.
(4) Apabila terjadi beberapa Cacat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
BAB VII KRITERIA TEWAS
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 29
(1) Penetapan tewas dilakukan oleh PPK.
(2) PPK dalam menetapkan tewas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Badan ini.
(3) Penetapan tewas oleh PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar dalam memberikan santunan kematian kerja, uang duka tewas, biaya pemakaman, dan/atau bantuan beasiswa bagi ahli waris dari Pegawai ASN yang ditetapkan tewas.
Bagian Kedua
Kriteria Tewas
Pasal 30
Pegawai ASN yang ditetapkan tewas harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. meninggal dunia dalam menjalankan tugas kewajibannya;
b. meninggal dunia dalam keadaan yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kematiannya disamakan dengan meninggal dunia dalam menjalankan tugas kewajibannya; atau
c. meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab atau sebagai akibat terhadap anasir itu dalam menjalankan tugas kewajibannya.
Pasal 31
(1) Kriteria meninggal dunia dalam menjalankan tugas kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a meliputi:
a. meninggal dunia sebagai akibat langsung dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di lingkungan kerja; atau
b. meninggal dunia sebagai akibat langsung dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau kedinasan lainnya di luar lingkungan kerja.
(2) Kriteria meninggal dunia sebagai akibat langsung dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di lingkungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi sebagai berikut:
a. pada saat melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan tugas jabatan yang tertuang di dalam struktur organisasi dan tata kerja dalam keadaan tertentu yang dapat dibenarkan;
b. pada saat melaksanakan tugas dan tanggung jawab jabatan di luar jam kerja berdasarkan perintah dari atasan/pimpinan secara tertulis;
c. pada saat melaksanakan tugas dan tanggung jawab jabatan mendapat serangan penyakit kemudian meninggal dunia di tempat; atau
d. pada saat melaksanakan tugas mendapat serangan penyakit kemudian langsung dibawa ke dokter/unit pelayanan kesehatan/rumah sakit dan meninggal dunia tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam sejak kejadian.
(3) Pegawai ASN yang memenuhi kriteria tewas karena meninggal dunia sebagai akibat langsung dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di lingkungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Dokumen lengkap Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) No 4 Tahun 2020 Pedoman Kriteria Penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja, serta Kriteria Penetapan Tewas bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara silakan unduh di link di bawah ini.